19 Mei 2012

Tradisi Pinjam Istri di India

Kepercayaan primitif India yang mengagungkan anak lelaki dan menafikan kelahiran wanita berujung pada timpangnya jumlah kedua gender. Sebuah tradisi aneh yang masih terjadi saat ini, adalah tradisi pinjam istri di India.  Masyarakat di India cenderung memilih anak laki-laki sehingga menyebabkan populasi perempuan menyusut dikarenakan seringnya diaborsi sejak dalam kandungan.  Tradisi seperti ini bisa ditemui di distrik Baghpat negara bagian Uttar Pradesh yang terletak di wilayah India bagian utara.

Munni, wanita pertengahan 40-an yang mengisahkan penderitaannya menjadi seorang istri dari suami sekaligus pemuas nafsu adik-adik suaminya.
“Suami dan mertua saya berkata, saya harus mau digilir oleh ipar-ipar saya,” ujar perempuan India yang kini berumur 40 tahun-an itu. Munni dipaksa berhubungan badan dengan para lelaki itu. Jika menolak, ia akan dipukul dengan benda apa saja yang kebetulan mereka pegang.
“Kadang mereka melempar saya ke luar rumah dan memaksa tidur di luar. Selain menyhramkan minyak tanah ke tubuh dan membakar saya,” ujar Munni, sambil memegang ujung selendang sarinya yang berwarna kuning.

Setelah tiga bulan menderita, Munni berhasil kabur, setelah berpura-pura hendak pergi ke dokter. Namun, perempuan yang telah memiliki tiga putra dari suami dan ipar-iparnya itu tak juga melayangkan tuntutan.

Kasus yang menimpa Munni juga dialami banyak perempuan lain di India, namun sayangnya tidak ada yang berani melapor, karena perempuan di wilayah itu tidak diperbolehkan keluar rumah sendirian. Munni sendiri baru berani berbagi cerita setelah didatangi para pekerja sosial.
Berbeda dengan perempuan modern dan percaya diri yang bekerja di kota besar seperti New Delhi, di desa tempat Munni berada, kaum hawa dikurung dalam rumah. Mereka hanya diposisikan untuk melahirkan anak dan bertugas membuat rumah nyaman. Sementara para lelaki bekerja sebagai petani tebu atau hanya menganggur dan duduk-duduk seharian di rumah dan di bawah pohon. Minum teh dan merokok, serta saling membandingkan istri yang jumlahnya minim.

Petugas pekerja sosial menyatakan, berbagi istri ini lebih disebabkan penurunan populasi perempuan akibat banyaknya aborsi bayi berjenis kelamin perempuan. “Jika tak melakukan sesuatu, hal ini bakal terus terjadi,” ujar Direktur Eksekutif yayasan amal anak-anak Plan India, Bhagyashri Dengle.

Berdasarkan sensus 2011, hanya ada 858 perempuan untuk seribu laki-laki di Baghpat. “Di setiap desa, ada 5-6 bujangan yang tak bisa menemukan istri. Jadi ada 3-4 pria tak menikah dalam keluarga. Ini masalah serius,” ujar Shri Chand (75), pensiunan polisi desa.
Menurut Chand, masalah sudah menjadi rahasia umum karena tak ada yang mengakuinya. Beberapa keluarga bahkan membeli mempelai dari negara lain. “Jalan yang mudah, memiliki satu menantu dan membuatsi menantu tinggal bersama ipar-iparnya,” lanjut Chand.
Beberapa perempuan di wilayah lain bahkan mengaku sengaja dijual karena keluarganya miskin. Para perempuan ini kemudian dibawa ke budaya dan bahasa lain, serta dipaksa hidup dengan cara yang berbeda.

“Awalnya memang sulit, banyak yang harus dipelajari dan saya tak mengerti apapun. Saya mengira diajak kemari untuk bermain. Mau tak mau, harus membiasakan diri. Saya rindu kebebasan,” ujar Sabita Singh (25) yang dipaksa menikah pada usia 14 tahun, sambil memangku bayi, anak ketiganya.

Guna meningkatkan populasi perempuan, India telah menerapkan berbagai kebijakan. Diantaranya, melarang orangtua mengetahui jenis kelamin bayinya sebelum dilahirkan. Namun, hasil sensus 2011 menunjukkan upaya itu gagal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar